Pages

Senin, 06 Juni 2011

My Boy's Too Popular



                Aku menangis tersedu di kamar. Di atas sebuah bantal berbentuk hati berwarna pink lembut pemberian Jonathan, pacar.. eum… mantan pacarku. Ia memberinya saat ulang tahunku yang ke 15. Dan sekarang aku menangis karenanya. Yeah, aku menangis karena seorang cowok yang sudah 2 tahun ini menjadi kekasihku.
                Aku putus dengannya. Sebenarnya terpaksa sekali aku ingin berpisah darinya, karena aku masih sangat mencintainya. Jonathan, atau simplenya Jo, adalah seorang artis muda yang namanya sedang naik daun. Ia banyak mendapat tawaran iklan dan film layar lebar, bahkan ku dengar saat ini ia ditawari untuk bermain dalam sinetron stripping.
                Aku merasa ia berubah. Well, bukan sepenuhnya salahnya. Aku memutuskannya karena para fans fanatiknya itu. Aku tidak sanggup lagi jika harus mendapat telepon misterius, atau kejadian janggal lagi, bahkan surat botol berantai yang berisi ancaman dan hinaan untukku. Sudah cukup.
                Tiga tahun yang lalu, aku kenal dengan Jo di perpustakaan kota. Saat itu aku sedang menekuni novel remaja ketika Jo menghampiriku dan bertanya letak buku sains yang memang terletak berlawanan arah dengan tempatku berada. Buku sains ada di lantai dua, sedangkan lantai tiga ini hanya berisi buku-buku fiksi. Saat itu dia polos sekali sambil menggaruk-garuk kepalanya. Ia kemudian beralih menuju lantai dua dan kembali ke lantai tiga sambil membawa beberapa buku sains. Jo meletakkan buku-buku itu ke mejaku dan tersenyum. Aku memandang heran wajahnya dengan tatapan maksudnya-apa-ini-?.
                Jo menjulurkan tangannya, “Hai, aku Jo. Namamu siapa?”
                Aku membalas uluran tangannya dan memperkenalkan namaku. Ia meminta aku mempersilakannya untuk duduk di sampingku. Aku mengangguk. Setelah selesai membaca novel, aku menuruni tangga dan bersiap pergi. Jo menawariku untuk mengantarku pulang. Sesaat aku ragu apakah harus menerimanya, karena  aku dan dia baru saja berkenalan. Dia berkata cepat dan berjanji tidak akan berbuat macam-macam kepadaku.
                Aku tersenyum mendengar penuturannya itu. Aku mengikutinya. Ia menwarkan untuk pergi ke kafe dekat perpustakaan dan aku membolehkannya. Kami duduk di dekat jendela. Jo orang yang menyenangkan. Ia pandai membuat orang merasa nyaman ketika berada di sampingnya. Kami pun saling bertukar cerita. Di penghujung waktu, aku harus pamit karena harus mengikuti les bahasa asing. Sebelumnya kami bertukar nomor telepon dan email.
                Setelah pertemuan pertama kami itu, kami sering janjian bertemu di perpustakaan atau di kafe biasa. Hampir satu tahun kami kenal, Jo mengajakku pergi ke sebuah restoran. Aku bertanya mengapa ia mengajakku ke restoran, bukan kafe tempat biasa. Jujur, saat itu aku sangat kaget dan senang sekali. Yeah, aku memang mulai menyukai sosok Jo. Dan syukurlah, perasaanku tidak bertepuk sebelah tangan. Di restoran itu dia menyatakan cintanya padaku. Dengan sebuket bunga dan sebuah boneka beruang mini, ia benar-benar mencuri hatiku. Sejak saat itu kami jadian.
                Selang satu setengah tahun, ia memberitahuku akan mengikuti sebuah casting yang mencari bintang iklan laki-laki. Aku membolehkannya. Saat ia diterima casting, Jo langsung mengajakku untuk pergi ke Disneyland. Aku senang sekali. Kami mencoa beberapa permainan dan membeli gula-gula di sana.
                Sebulan berikutnya, ia ditawari untuk bermain film layar lebar sebagai peran pembantu. Aku pun membolehkannya. Aku juga datang ke studio untuk memberinya kue dan segelas teh, untuk menyemangatinya. Rupanya di sana telah berkumpul fans Jo yang ternyata sudah banyak dan… uhm.. kebanyakan dari mereka perempuan. Ada yang memintanya berpoto bersama, minta tanda tangan, dan … WHAT! Mencubit dan mengecup pipi Jo dengan gampangnya. Aku melotot meliha hal itu.
                Aku langsung pamit ingin pulang, padahal Jo baru saja ingin memintaku untuk melihat aksinya. Aku minta maaf padanya dan mengatakan aku sedang tidak enak badan. Jo panik namun aku meyakinkannya jika aku akan selamat sampai rumah. Di luar, aku bertemu dengan seorang gadis cantik, langsing dan tinggi. Sepertinya salah satu pemeran film juga. Dari wajahnya, ia terlihat jutek. Ia bertanya padaku ada hubungan apa aku dengan Jo. Dan dengan lancarnya aku bilang aku adalah kekasih Jo. Ia tertawa, mengejek. Ia malah mengataiku kalau aku tidak pantas sama sekali untuk Jo. Seorang kutu buku mempunyai kekasih seorang bintang yang tampan. Aku kesal. Aku langsung berlari pulang.
                Malamnya, Jo tidak sekaipun menghubungiku. Tidak menelepon ataupun mengirim SMS. Aku makin kesal. Esoknya ia berada di depan rumahku. Hari itu hujan dan Jo terlihat benar-benar basah. Aku mempersilakannya masuk dan memberinya pakaian hangat milik Edward, kakakku. Ia meminta maaf karena kemarin tidak mengantarku pulang, juga tidak memberi kabar sama sekali malamnya. Sangat sibuk, katanya. Aku memakluminya.
                Aku mengajaknya pergi ke perpustakaan besok, namun ia harus menyelesaikan filmnya. Aku kecewa, namun ia mengatakan aku boleh melihatnya. Aku juga bercerita bagaimana kesal dan cemburunya aku melihatnya dengan para fansnya. Ia tertawa kecil dan meminta maaf. Jo mengatakan jika para fans memang kadang terlalu over. Selama belum ada yang mencium bibir, tidak masalah kan, ucapnya. Aku tertunduk. Jo mulau berubah, pikirku.
                Melihat gelagatku yang aneh, ia mengecup pipiku dan memelukku. Ia mengatakan kalau ia tidak akan pernah berpaling ke gadis manapun. Hatinya telah terpaut padaku. Wajahku bersemu. Detik selanjutnya, aku merasakan bibirnya menempel di bibirku. Tidak lama, karena setelahnya telepon genggamnya berdering dan mengatakan ia harus segera tiba ke lokasi syuting. Aku melepasnya. Ia berganti pakaian dan langsung pergi setelah pamit denganku.
                Malamnya, aku mendapat telepon misterius. Suaranya serak sehingga aku tidak mengenal suara milik perempuan atau laki-laki. Yang jelas, ia berkata bahwa aku harus menjauhi Jo. Jika tidak, maka aku akan menyesal karena Jo mempunyai rahasia yang pasti akan membuatku menderita. Aku langsung membanting gagang telepon itu.
                Esoknya aku pergi ke studio untuk melihat peran akting Jo. Ia tak mengetahui aku akan datang. Rencananya aku akan memberinya surprise. Tapi ternyata, dialah yang sebenarnya memberiku surprise lewat adegannya di film. Tampak jelas di mataku, bibir Jo menempel di bibir seorang gadisyang kutemui kemarin! Jo tampak sangat menikmatinya. Aku shock. Tak lama, sang sutradara berseru”CUT!”. Ia sepertinya senang dengan adegan tadi. Aku berdiri mematung di balik kamera di sudut ruangan. Tasku jatuh dan menimbulkan suara yang lumayan berisik. Seluruh ruangan menatapku, include Jo. Dari air mukanya terlihat ia sangat kaget. Ia mendatangiku dan berusaha memberikan penjelasan, namun ku tepis dengan kasar.
                Aku memakinya dan pergi meninggalkannya. Ia berteriak ke arahku, aku mengabaikannya. Aku sakit, sakit hati. Sesampainya di rumah, aku mendapati sebuah botol minuman kosong. Di dalamnya terdapat sepucuk surat. Aku mengeluarkannya. Tercekat aku membacanya.
"KAU SAMA SEKALI BUKAN ORANG YANG PANTAS MENDAMPINGI JO!"
                Keesokan harinya, beberapa perempuan berada di depan pagar rumahku saat aku baru saja keluar dari rumah dan ingin pergi ke perpustakaan kota. Beberapa dari mereka membicarakan sesuatu, ada yang menatapku sinis. Sekilas aku dengar mereka membicarakan Jo. Kemudian salah satu dari mereka menghampiriku. Ia mengatakan bahwa aku sama sekali tidak serasi dengan Jo. Jo sangat sempurna tidak mungkin mau denganku yang hanya kutu buku.
                Aku bergegas pergi ke perpustakaan. Tidak tahan dengan semua hinaan mereka. Aku sedih. Di perpustakaan aku memilih duduk di pojok ruangan dan menghadap dinding. Aku menangis di sana. Bacaan yang aku pegang juga tak satu kata pun masuk di otakku. Aku kembali membuka surat botol yang memang ku bawa di dalam tasku. Semuanya karena Jo. Aku tidak sangup lagi bila aku harus menghadapi semua cobaan ini. Mungkin yang mereka katakana benar. AkuRegina Athalya, tidak pantas mendapat seorang kekasih seperti Jonathan. Ia terlalu sempurna. Seorang artis tidak akan pernah cocok dengan seorang kutu buku.
                Seseorang dari belakang mengambil kertas yang aku pegang. Jo.
                “Rupanya kamu di sini? Aku tadi mencarimu di rumah. Katanya kau pergi ke perpustakaan,” ucapnya. Ia membaca surat itu. Raut wajahnya tegang. Aku mengambilnya kembali. Dan mengatakan pada Jo, ku akhiri hubungan kami dengan alasan yang cukup kuat. Setelah itu aku berlari meninggalkan Jo yang berdiri mematung.
                Seharian ini aku menangis di kamar. Mengingat semua kenangan bersama Jo. Sarapan yang berada di hadapanku puntak kuhabiskan, padahal itu adalah makanan favoritku. Aku beranjak menuju layar televisi dan menyetel sebuah acara reality show. Mataku terpaut pada seseorang di sana. Jonathan Earst.
                “… Aku bukan orang yang sempurna. Karena tanpa kehadiranmu, jiwaku tak akan pernah utuh. Maaf kalau selama ini aku membuatmu sedih dan sakit hati. Aku pikir, dengan aku menjadi seperti aku yang sekarang ini, kau akan selalu melihatku saat aku tak bisa menemanimu. Semuanya sudah aku ketahui dan aku sudah memberitahu mereka bahwa kau akan tetap selalu menjadi kekasihku. Aku tidak peduli apakah kau seorang kutu buku sekali pun. Bagiku, kau tetap menjadi Regina Athalya, Regina yang aku cintai sampai kapan pun. Kalau kau mendengar dan melihat tayangan ini, aku ingin kamu keluar dari rumahmu dan sambutlah aku di luar…”
                Jo menyatakan cintanya di televisi!!! Dan.. hei! Latar belakang itu seperti aku kenal. That’s my home! Aku segera membuka pintu dan ku dapati Jo berada di saa memegang sebuah mikropon sedang disorot oleh beberapa kamera. Aku tercengang. Ku lirik lagi di tivi, siaran langsung! Jadi rumahku sedang ditonton oleh khalayak ramai?
                “Regina Athalya, aku tidak sanggup berpisah terlalu lama darimu. Aku tidak mau kehilangan dirimu lagi. Jadi untuk detik ini juga, maukah kau kembali ke dalam pelukanku? Aku janji aku akan selalu membahagiakanmu,” tutup Jo.
                Aku terharu. Kemudian berlari menuju ke tempat Jo berada. Memeluknya seerat mungkin. Seorang narator kemudian bercuap-cuap di mikropon untuk menutup acara. Samar ku dengar ia menyebutkan ‘happy ending’. Aku bahagia sekali. Jo memang sempurna di mataku. Ia sangat romantis.
                Aku menyadari sesuatu. Cinta akan selalu ada. Sebanyak apapun rintangan, jika kita mau berusaha untuk menghadapinya maka ia akan berakhir dengan indah. Selanjutnya, jo semakin terkenal dengan tayangan realty show ini. Namun ia sangat meminta maaf karena ia harus meninggalkan perannyaseluruh perannya di dunia akting dan menjadi Jo yang biasa saja. Aku menangis saat itu. Ia melakukannya untukku?
                Satu bulan kemudian, Jo kembali menjalani rutinitasnya yang lama. Ia melanjutkan studinya di universitas. Fans fanatik Jo memang masih ada, walaupun ia bukan sebagai artis lagi. Aku tidak keberatan jika mereka belum rela sosok Jo hilang dari layar kaca. Karena nanti pasti ada saatnya semua itu berakhir. Dan tebak! Setiap hari, kami menghabiskan waku di perpustakaan dan kafe biasa. Aku senang, Jo sekarang kembali menjadi Jo-ku yang dulu. Karena ia akan selalu ada untukku.
                I love you, Jo…

0 komentar:

Posting Komentar